KIDUNG SUCI PUTERA PUTERI MAHARDIKA


KIDUNG SUCI PUTERA PUTERI MAHARDIKA
: sebuah sajak penyair penyair Kumandang Sastra Semarang
=Oleh: (dalam urutan abjad) Abdul Malik, Adri Sandra, Akar Hujan, Alfiah Muntaz, Among Raga, Ansye Kaloh, Astry Anjani, Ayano Rosie, Cahaya Merpati, Chuppy Afiani, Dedet Setiadi, Dimas Arika Mihardja, Driya Widiana M S, Duta Leonardo Dudikoff, Edi S Febri, Erha Limanov, Fevi Machuriyati, Hanna Yohana, Ibu Uun, Jessica Permatasari, Jhon Fawer Siahaan, Joseph Harsawijaya, Kang Riboet Gondrong, Kang Sastro, Kesatria Bergitar, Kokinos Te, Kwek Li Na, Luluk Andrayani, Lutfi Mardiansyah, Mawar Berduri, Mawar Jingga Rindukan Damai, Menning Alamsyah, Moh. Ghufron Cholid, Muh Al Sarbini, Muhammad Rinaldy, Muhammad Rois Rinaldi, Neny Isharyanti, Neogi Arur, Önald Änold, Puteri Salju Rahysta, Raisya Scorp, RD Kedum, Rifa Newton Vasquez, Rizadian Adha, Romansa Cita, Rosad Adalah Ady, Rudi Muhammad, Sajak Astri Zackhoy, Salju Pink, Santoso Bondet, Saut Poltak Tambunan, Siti Khodijah Nasution, Sofyan Adrimen, Sovy Abidah, Supardi Purworejo, Susilaning Setyawati, Taufiq EL Hida, Valda Ali Vam, Vanera El-arj, Wahyu Toveng, Wara Srikandi, Warih Subekti, Wdwidya Susanna, Windu Mandela, Yeyen Kiram, Yuda Apriansyah, dan Yupnical Saketi=
=Penyunting: Neny Isharyanti, Driya Widiana M S, Dewi Kelana, Kang Riboet Gondrong, Önald Änold, dan Warih Subekti=
apa yang masih tersisa
dari cerita-cerita purba
tentang kemakmuran dan keadilan yang terkata
kala bait merdeka lantang digentakan
bendera yang dikibarkan;
ruang dan tanah,
orang-orang berjalan
di hadapan laut
mereka memandang gerak angin,
membentur bayang-bayang sejarah,
dalam dingin mimpi;
dan retas cahaya yang terpisah
"enam puluh tujuh bambu kutanam di lambung negeri ini
menanggalkan miang dari sembilu!"
maka, sejauh mana engkau resapi
jejak luka bangsa di mata sejarah
hanya menjadi cerita
sebelum kibar bendera
di depan rumah
di musim kemarau
terharu menatap bendera
tetap berkibar
tanpa keluh
di pinggir jalan
merah putih mengantre
berjura mata memandang
menjelma lambai angin
dan ingatan adalah bara
ketika merahputih merupa merdeka
berkibar di dada
sepercik api berpijar
: hiduplah INDONESIA raya!
Dulu,
merah putih berarti mati.
Sekarang,
merah putih cuma jahitan kain
tujuh belas ribu lima ratus perak di pinggiran jalan,
tawar sendiri!
Merah Putih,
gebyar bendera kembali terunjangkan di halaman itu
masih mengibarkan secuil tanya yang sama
ketika di sudut-sudut dusun musim kemarau masih dekap leladang
“Kita sudah merdeka, atau mati?” langu mendenging lirih
“Kita sudah merdeka, atau mati, Sayang?” bisikmu
masihkah aku kamu
kita semua
sejajar di tepi
umbul-umbul
mencari kata di balik
makna merah putih?
membasah haru merah putih bahana Indonesia
merah mendarah pada luka meluka
putih mengebiri semua warna
rantau menyalin rindu
malam diam-diam sembunyikan
agustus kita yang masih berkabar
dimana kan dikibarkan
tiang bendera telah patah
sebelum malam merdeka
penghuni rumah
tak mengenal bendera
segala perjuangan dilupa
lagu kebangsaan
hanya nyanyian sebelum tidur
Merah darahku, putih Tulangku
Negeri tanpa darah tanpa tulang
drakula menghisap darahku
tulang-tulangku telang habis dimakan anjing
enam puluh tujuh sudah, kini aku kering-kerotang
tanpa darah dan tulang
Merah itu
Hanya darah yang tertoreh di ujung bambu runcing
yang masih membasah tersaput air mata ibu pertiwi
di antara tubuh-tubuh meregang nyawa
di antara kobaran semangat perjuangan
di antara ganasnya api peperangan
Putih itu
kini terselip di antara jas hitam
dengan berbalut topeng dan berjingkrak di Senayan
yang berteriak di antara wajah-wajah kelam
''Akulah sang pahlawan, yang datang dari medan perang.''
jangan kibarkan bendera merah putih di wajah para badut
yang berjoget di perempatan jalan
mengulur tangan
untuk sekeping recehan logam
berbaju gendut
yang membungkus tubuh serba tulang-belulang
jika tak ingin jadi bahan ledekan
di tengah laju gelombang peradaban jaman
bendera tercabik srigala lapar ,
milyaran cendawan tumbuh di badan anggaran,
tertutupi rapi rok mini,
demi sebutir nasi dan jutaan pengangguran
laut mengering karena investasi buta,
jual harga diri hanya dengan selembar dasi dan kursi,
cret! cret!
bendera tercabik
yang cabik adalah dada pertiwi
dan kita tertawa dalam kungkungan angin barat
Kita yang tolol dan ditololkan
oleh mereka yang pintar dan memintarkan
mengapa harus kita menjadi pintar
bila akhirnya masih saja merenangi sungai ketololan
mengapa mesti kita dengarkan
kepintaran mereka bercerita tentang pembaruan
bila ternyata tetap termangu pasti
kepada feodalisme yang diwariskan
napas-napas mengalir, anyir!
dari safari seratus puntir.
sedang merah putih telah mengakar tunggang, tonggaknya!
beliung dan teriakan matahari tak lagi jadi ancaman,
malahan jadi nutrisi.
Tapi tonggak itu rapuh,
dirayapi sektarian, pembodohan media dan penipuan maha dewa.
batang tonggak yang melarat dari pucuk hingga dasar.
Merah putih.
dan napas-napas peranak belia, anyir jua!
Apakah kita harus meraut telunjuk ini?
agar lebih tajam menunjuk
lebih berdarah-darah
merebut kemerdekaan
lebih memerahkan
warna bendera yang dimerah-merahkan.
Apakah kita harus meraut tulang telunjuk ini?
untuk menusuk dua bola mata yang pura-pura
melihat keadaan yang diputih-putihkan ini.
tinggal tebu sebatang di tengah galangan
musim buruk mencatat keriput rengkahan
tapi bocah tani saban pagi menyanyi datang
mengalungkan bendera di sebatang tebu
“INDONESIA raya, merdeka, merdeka,
tiangku tiangmu tiang tebu!” lagunya
dan ia hormat pada bendera, sebuah upacara
di bawah matahari bau keringat pabrik, sambil
perutnya keroncongan, lapar yang terpuruk.
Di sudut negeri yang lain
punggung lelaki renta kurus berdarah, segar
sebilah cemeti baru saja merajahnya, ketika
tegukan pertamanya basah di tenggorokan
tak jelas kulihat mana air mata mana keringatnya
segera ia memecahkan kembali cadas-cadas dengan palu
Pun tanah negeri menyimpan Ngatmi
masih menggenggam aking.
Merdeka?
sebatas cecap hari ini merdeka.
pada tanah lumpur yang pekat
tiang bendera dipancangkan
merah darah, darah para penyaksi
dikibarkan dengan nyanyian sendu
tentang tanah air, tanah berair darah
tanah lapisan dalam berderai darah tangis leluhur pemikul bambu runcing
kemana gerangan sisa perjuangan mereka?
dengar jerit lapisan jiwa penuh kelu mereka
sudah sampai di manakah jejak juang mereka?
tanah dibungkus sepi
kesakitan dalam tungku yang tergantung
tiang panjang menikam retak tanah sembilang
tanahku menggeliat,
namun tak kulihat bangsaku tumbuh
bumiku meraung kesakitan,
namun yang kulihat tikus-tikus muntah kekenyangan
lalu dimana engkau sang penggurat kebijakan,
mengapa nuranimu terpejam,
enggankah tegakkan keadilan?
Aku rindu pestisida
di negaraku yang mirip seonggok pohon tua
agar ulat tak melumat rimbun daunnya
agar rayap tak mematikan julur akarnya
sungguh pun milikku hanya kata
tapi aku ingin mengibarkan bendera
jauh di atas sana
di puncak pohon yang rimbun daunnya
di pucuk batang yang kekar julur akarnya
Semua menjunjung pangkal
menyangkal hujung
semua menakung jernih
menampung bersih
semua berakar benar
biarpun pohonnya layu terbiar.
menari bersama ombak,
merenung bersama gunung
kudapati tubuh Ibu, penuh onak sarat pernik
liang nganga, luka menebar anyir selaksa warna
tanyakan pada rindu nyiur pantai ini
atau pada gemas patok-patok pembatas negeri
: kabarkan padaku nilai-nilai di sana, samakah?
kembali ingin kusenandungkan lagu sendu dari desa
ini lagu tercipta kala mata cangkul nyeri menancap mata kaki
ini lagu tersusun kala lumbung ibu tak lagi menampung getas padi
ini lagu mengalun bersama jerit bocah-bocah busung lapar
lalu lagu kemerdekaan itu, Tuan,
bagimu hanya sebatas susunan kata di lembaran koran bergengsi
untuk akhirnya dilipat menjadi makanan kami sehari-hari
Hah, inikah merdeka itu?
siapa yang telah menginjak secarik kertas koran itu
atas nama bangsa Indonesia?
aku lupa mengeja namamu, Indonesia,
pun jua lupa kapan senyummu tersungging lugu.
sepanjang jalan kulihat wajah-wajah kalah
memunguti serakan sampah menghiba, pasrah!
buta tuli mata hati rasa mati
aku sungguh lupa mengeja namamu
pun jua mengeja senyummu
Sebab aku lupa
kapan terakhir engkau tersenyum padaku
: atau memang kau tak pernah?
kulangkahkan kaki ke tiritis yang sempat meniriskan cinta
memungut kenangan perjuangan yang meniada di dada
menghitung hari-hari yang dijanjikan dewa keadilan
sementara dari arah tak terduga kembali terdengar
Indonesia kehilangan udara
sedang hidungnya
dibungkam tangan iblis dan antek-anteknya
masih tercium darah segar dari pejuang-pejuang
di seantero jagat raya Indonesia
pernahkah terpikir perjuangan mereka sepertinya terasa sia-sia
saat kekayaan Indonesia diberangus tangantangan keji tanpa rasa
Dan kita,
kita
hanya berdemo dan teriak-teriak dengan hasil tak nyata
berarak nasib penyandang aib
menuding jelata belati pikiran
rindu kian sarat hampir sekarat
suaramu melengking jauh dari gelora peradaban
sekarang tanya apa yang telah engkau berikan
sebelum negriku muak bergelar kemerdekaan
INDONESIA
lahir di antara simbahan darah, air mata, dan nyawa
pekik merdeka!
terbenam dalam suram
engkau yang menghirup udara tanah persada
mengais rezeki di bumi pertiwi
mengaku sebagai anak negeri
pewaris tatah tanah ini
tapi “Menjadi budak di negeri sendiri”
: Merdekaku hilang arti
Maafkan kami, Kusuma!
Kami belum kerja apa-apa!
Kita di sini
memaku dan terpaku
tak mampu beranjak dan bersuara
menyaksikan bumi yang kian menganga
hutan yang semakin kerontang
dijarah rayap dan ular beludak
Kita di sini
hanya bisa merangkai aksara
mendendangkan pilu
melagukan kelu rasa
yang apakah entah didengar
oleh para penjarah dan perompak negeri
Merdeka!
pekik gelora para pejuang bangsa
HIDUP atau MATI
pilihan yang sangat mulia
67 tahun pertama kali proklamasi dibaca
tergurat menjadi sejarah bangsa
67 pertiwi berdiri
lepas dari penjajahan koloni
berhias pernik demonstrasi
teriakan emosi anak negeri
Namun
kemerdekaan adalah kesedihan puisi sepanjang nusantara
mata merdeka mengerling manja
kapankah segala duka
tak lagi menjadi peta
di tiap desah masa?
apakah sekarang sudah merdeka?
masih ada jurang kaya miskin,
masih ada ketidakadilan hukum,
masih ada kekacauan pendidikan,
masih ada kesewenang-wenangan,
masih ada gila kekuasaan,
masih ada anarkis,
masih ada yang teraniaya,
masih ada terorisme,
masih banyak uang rakyat dikorupsi,
masih banyak topeng kemunafikan,
masih banyak orang tak tahu malu,
masih banyak orang edan,
Merdeka?
67 slogan kemerdekaan tersiar
tanpa beban tikus tersenyum di istana
sedang kami menanggung moral
tanpa ada sebingkai senyum
derai air mata pejuang
tersiakan oleh kekuasaan
serta kerakusan
Ah! Tak usah merdeka
jika kita tak pernah tersenyum
menatap negeri ini
sorak-sorak bergembira dalam dongeng
bergembira para penguasa
sudah bebas negeri kita Indonesia cerita
mereka pikir kami adalah rakyat Indonesia yang bodoh
dengan gampang bisa dinina bobokan oleh dongeng-dongeng kemerdekaan.
Merdeka hanya sebuah bualan
omong kosong yang diteriakkan
Bebas dari bangsa asing
namun diinjak bangsa sendiri
Ah, ya
kapan tembok penguasa itu runtuh?
kapan harga diri berupa dasi dan kursi itu membusuk?
kapan?
Merdeka hanya kata yang kita teriakkan
dengan rasa lapar yang mendera dengan duka lara yang kita tanggungkan sampai anak cucu kita
Merdeka adalah mereka
(yang saat ini menggengam dan dimabuk kekuasaan)
Tidak ada kata merdeka pada tanah ini
tubuh ini
yang ada hanyalah
pengkhianatan
pemerkosaan
terhadap hak-hak
kemanusiaan
Hak-hak kemanusiaan yang terbelenggu
terbelenggu keadaan zaman batu
Kapan tembok penguasa itu runtuh?
membuka mata dan tergugu
melihat anak negeri yang luka dan luruh
melihat ketidakadilan yang semakin tersuguh
menyaksikan kesewenangan yang menyeluruh
Jerit tangis bayi bayi lapar dan dahaga.
akan kepastian identitas bangsa.
para pemimpin begitu pusing tujuh keliling
bagaimana cara saling mengguling
kursi-kursi empuk berisi emas berkeping.
merdekalah INDONESIA:
kubah menjadi kubah,
salib menjadi salib,
patung menjadi patung
Siapa yang merdeka?
jika rakyat rela mati demi berebut sesuap nasi
Siapa yang merdeka?
jika mimpi-mimpi anak bangsa dipenggal, karna pendidikan mahal
Siapa yang merdeka?
jika para pemimpin sibuk memperkaya diri dengan korupsi
Siapa yang merdeka
jika para pemuda-pemudi mengedar ganja di tanah pertiwi?
lalu,
67 tahun ini siapa yang merdeka?
adakah itu merdeka?
kukira itu hanya bual penguasa?
67 tahun yang itu kukira belenggu
dan kita tak pernah mengenal apa itu
merdeka.
aku ingin merdeka
menyeru merdeka
berdiri di atas meja
aku ingin merdeka
telanjang memasuki
istana
sandiwara begitu piawai dimainkan di
istana
Kamuflase, taman taman plastik
Kehidupan hanya denyar yang makin jauh
Ibu tiri sudah memainkan perannya
Cerita bawang merah gelar di panggung dongeng negeri sohibul hikayat
Nasib ibu kandung semakin jauh terbuang
Darah!
Tumpah!
Mata air!
Air mata
: kita bukan lagi tuan di negeri sendiri
wahai penguasa di atas singgasana,
inilah wajah kampung-kampung kami yang terbelakang
kami hanya mampu mengisi perut kami tanpa mampu mengenyangkan kepala otak kami,
buku pengetahuan menjadi barang mahal,
buku-buku dengan Edisi revisi menjadi mimpi,
di sini masih banyak yang menikmati kata buta aksara,
di sini masih banyak yang buta pengetahuan dunia,
Bagaimana kata-katamu mampu kami eja,
sedang Aksara hanya berserak tak bersusun suara,
mungkin telah banyak tertulis
di antara jeritan rakyat
air mata kepahitan muncrat keluar sekarat
kita sudah tak mengenal kata-kata yang manis
hati telah menjadi pahit
segala kemudahan telah hanyut oleh keserakahan koruptor
kejayaan negeri telah direnggut paksa, dijual untuk kepentingan pribadi
oleh mereka yang memiliki remote control kendali
dari sini
dari kaki tanah rantau aku pun ingin berbagi kisah
ada banyak sahabat kita yang basah oleh cerita susah
mereka menelan mentah-mentah kegetiran bersama asin air mata
ada lagi
banyak saudara kita menjadi kaburan lalu berstatus legal
setelah majikan dan agency tak memberi jalan ketika mereka bertemu kesulitan
di sepanjang luka masih menganga
pepohonan masih berdaun spanduk
di kebun masih bertanam umbul-umbul
sablon di kaus murahan masih belum pudar
hutang kemarin belum terbayar
janji-janji masih bersisa manis
kapak pemilu terangkat lagi
mengiris membelah kepelbagaian
: Tuhan,
kami butuh pemulihan umum
bukan pemilihan umum
ini milik buat berkuasa
bukan untuk siapa-siapa
malah Tuhan murka
kami bijak manfaatkan!
secupak janji
untuk apa ketagih
di sini, kamilah berkukubesi
tiada takut kecuali kemiskinan!
layar terkembang
separuh awan pecah,
menggelantung di tiang tertinggi
separuh lagi memakan bendera revolusi;
mengartikan sosial di beberapa rumah terapi
seperti berjalan berbondong-bondong menuju ‘ke’,
lalu berteriak merdu
Retak dada ini, Tuan!
Lelah mendekap sila-sila terpalsukan
Lelah mencengkeram kata-kata yang luntur
tanpa ada rantai yang mampu mengikat
dan kemana lagi harus kita terbangkan
sayap-sayap patah mencari jati dan hak
Merdeka!
itu ucapan yang gagah
untuk penyemangat para pejuang
dalam menyabung nyawa.
Merdeka!
dimana manusia merasa bebas dalam kebebasan yang sebenar-benarnya,
tanpa tuntutan dengki perasaannya,
tanpa melihat perbedaan sebagai pengayuh keinginan setan dirinya,
lepas ikatan kebencian,
tumbuh rasa kasih terhadap sesama,
dimana tanah air dipertahankan anak-anak bangsa,
dimana darah yang diteteskan ibu adalah darah yang diberikan untuk bumi kelahirannya,
dimana tumpah darah dijaga dari tangan-tangan perusaknya
dimana setiap individu menjunjung kehormatannya,
dimana manusia hidup tanpa tindasan dari sesama,
dimana setiap senyuman disambut getar hangat kasih sayang,
Anak-anak bangsa tumbuh bersama jiwa patriotisme,
Anak-anak bangsa membangun bumi pijaknya,
menebas keinginan jiwa bukan meruncingkan kebebasan nafsu belaka,
dimana peradaban umat manusia dibangun di atas tanah lahiranya,
memelukmu bumi pertiwi dengan menancapkan bambu kata berbakti,
kami mengutuk segala khianat dengan darah
dan tulang yang berkalang sepanjang negeri
sebab kami mencintaimu pertiwi
kami mencintai bau tanahmu
kami mencintai udara napasmu
kami mencintai langitmu yang biru
kami mencintai tiap gelombang dari lautmu
kami merindu sembarang kabut dari gunung-gunungmu
kau INDONESIAku
ini bait kami, rumah puisi
yang tiada sekat
jelas kaulihat
: segala
menggeliat di kedalaman dada
Tak ada yang dapat kutuliskan untukmu INDONESIA.
Tidak kalimat-kalimat yang menggelegar membahana,
Tidak pula rayuan-rayuan yang membuatku muak dan ingin memuntahkan isi di kepala.
Ingin kuberpuisi tapi yang tersirat caci maki.
Lalu kupoles madu, namun kutahu itu palsu.
Baiklah, aku berdoa untukmu INDONESIA,
setulusnya jiwaku
meminta
: segeralah sembuh borokmu di muka.
INDONESIA biarkan kami tetap menjadi pandu penjagamu selamanya
kan kami persembahkan jiwa-raga kami bagi kemuliaanmu
di setiap ngarai dan lembahmu
di hutan-hutanmu yang rimbun
Tanahku tercinta airku tersayang,
engkau selalu saja tersenyum
meski kulihat airmata meleleh
dari hatimu yang terluka
Dan kini
dalam setiap halaman ayat-ayat suci
aku rukukkan kemerdekaan jiwa negeri
aku sujudkan harapan indah ibu pertiwi
Tuhan Maha Kasih Hakiki,
lindungi tanah air kami
dan keringatpun menetes
mengalir deras di antara butir air mata
bakti hidup untuk persada
yang tak pernah ia catatkan dalam sejarah
Sebab pun kami penyair
Punya kata
Punya cinta
Punya rindu
Punya haru
Punya karya
Punya pinta
Punya deru
Punya seru
INDONESIA merdeka sepenuhnya!
=17 Agustus 2012=
=======================================================================
TENTANG KUMANDANG SASTRA:
Para penyair yang terlibat tergabung dalam grup penyair Kumandang Sastra (atau disingkat KuSas). KuSas didirikan di RRI Semarang oleh Victor Roesdianto atau Kak Roes, panggilan akrabnya, dan melakukan siaran perdana pada tanggal 29 Maret 1967. Sejak tahun 2005, KuSas dikemas dengan format yang berbeda yaitu lebih menekankan menjaring para penulis pemula dengan tujuan agar mereka berani menulis apapun yang mereka ingin tulis (khususnya puisi) tanpa ada rasa ketakutan untuk salah. Sejak munculnya Facebook, anggota KuSas semakin bertambah dan meluas dengan dibentuknya grup yang memungkinkan anggota grup untuk memublikasikan puisinya tidak hanya melalui ajang pembacaan puisi di radio tetapi juga melalui dinding grup di Facebook.
BIO PARA PENYAIR YANG TERLIBAT:
*) ABDUL MALIK. Anggota grup Kumandang Sastra yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Berprofesi sebagai dosen di salah satu PTN Sulawesi Selatan. Menulis puisi sebagai hobby. Pemilik group Penyair Freestyler. Aktif menerbitkan puisi-puisinya di media Facebooknya http://www.facebook.com/jendral01
*) ADRI SANDRA. Lahir di Padang Japang, Payakumbuh 10 Juni 1964. Menulis sejak tahun 1981, prosa dan puisi. Karya-karyanya dimuat di beberapa media massa: Haluan, Singgalang, Padang Ekspres, Pelita, Suara Pembaruan, Republika, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Horison dll. Puisi-puisinya terangkum dalam 25 antologi puisi bersama. 18 karya puisinya tercatat sebagai pemenang lomba cipta puisi indonesia yang diadakan di beberapa kota. Pemecah tiga rekor MURI dalam sastra indonesia. Nara sumber KICK ANDY Metro TV September 2009. Antologi Puisi tunggalnya (LUKA PISAU, 2007). (CERMIN CEMBUNG, 2012; Sarjana Media Kuala Lumpur, Malaysia).
*) AKAR HUJAN Pemilik nama lain Vendy Sastra Pena ini mengaku lahir 24 Maret 1990,di Sragen,Gemolong, Jawa Tengah. Domisili di Semarang dan identitas lainnya disembunyikan. Tidak pernah menyimpan puisi-puisinya yang dikirim ke Kumandang Sastra dan agak unik cara penulisannya. Karya-karyanya di atas sudah melalui penyuntingan redaksi.
*) ALFIAH MUNTAZ Alumnus Insitut Tehnologi Surabaya ( ITS ) Jurusan Tehnik Informatika. Menulis puisi sebagai panggilan jiwa dan juga memberi kepuasan batin. Saat ini bekerja dan tinggal Di Jakarta.
*) AMONG RAGA Penulis bernama asli Gupuh Priyo. Lahir di Malang tahun 1964. Belajar menulis puisi secara otodidak dan mulai menulis sejak tahun 1987. Pernah menerbitkan Buletin Sastra (BUSA) antara tahun 1990-1993 yang merupakan kumpulan sastra dari berbagai daerah melalui surat menyurat. Berteater antara tahun 1990 - 1993, lalu vakum hingga mengenal Facebook di tahun 2009.
*) ANSYE KALOH Terlahir di Manado pada tanggal 25 Agustus 1974. Menyukai sastra sejak kecil dan karyanya pernah dimuat dimajalah Swara Kita * Seni Budaya*
*) ASTRY ANJANI Terlahir di Kendal tanggal 22 Februari. Senang menulis dan beberapa tulisan telah dimuat dalam buku antologi bersama.
*) AYANO ROSIE Lahir di Cakke-Enrekang, Sulsel, pada tanggal 22 desember. Mulai menulis puisi sejak SMA tapi hanya sampai pada buku harian, lalu diterbitkan di Facebook sejak 2010. Pernah meluncurkan antologi bersama " Indonesia Berkaca" tahun 2011 dan satu karyanya diterbitkan di berita mingguan Singapura tertanggal 6 Mei 2012
*) CHUPPY AFIANI Bernama asli Peppy Afiani, lahir di Jakarta 27 Juni. Lulusan YAI jurusan Ekonomi Managemen dan menulis pusi sejak SMP lewat majalah dinding. Sehari-hari berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang bermukim di Bekasi sambil menulis puisi.
*) DEDET SETIADI Lahir di Magelang 12 Juli 1963. Mulai aktif menulis tahun 1982, berupa puisi, cerpen dan juga esai. Tulisan-tulisannya, pada tahun 1980-2000 banyak dipublikasikan di berbagai media massa seperti: Suara Pembaruan, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Berita Buana, Bali Post, Mutiara, Bernas, Kedaulatan Rakyat dan lain sebagainya. Tahun 1987 di undang dalam temu penyair Indonesia ’87 di TIM Jakarta. Tahun 1990, salah satu puisinya terpilih sebagai salah satu puisi terbaik versi Sanggar Minum Kopi, Bali. Antologi yang memuat karya-karyanya, Puisi Indonesia 87 (DKJ), Konstruksi Roh (UNS 1984, Solo), Vibrasi Tiga Penyair (Tiwikrama, 1996), Jentera Terkasa ( Forum Sastra Surakarta – TBJT, 1998), Rekonstruksi Jejak (TBJT, 2011), Equator (Yayasan Cempaka Kencana, Yogyakarta, 2011) dan lain sebagainya. Buku kumpulan puisi terbarunya adalah "Gembok Sang Kala" (Forum Sastra Surakarta, 2012). Bisa dihubungi di no telp 081328605589 dan email dedetsetiadi63@yahoo.co.id
*) DRIYA WIDIANA MS. Pemilik nama kelahiran Didiek Supardi MS ini aktif di Komunitas Kumandang Sastra sejak 1975 hingga sekarang (Kumandang Sastra didirikan tahun 1967 oleh Victor Roesdianto). Sampai sekarang masih mengasuh acara Apresiasi Sastra di RRI Semarang.
*) DUTA LEONARDO DUDIKOFF Atau Duta-D. Bernama lengkap Dudi Irawan lahir di Palembang pada tanggal 12 November 1979. Karya-karya berupa cerpen telah dimuat di media surat kabar lokal Sumatera Ekspress dan beberapa antologi cerpen. Karya berupa puisi-puisi juga tergabung dalam antologi ; Carta Farfalla (Pandawa 5 Aksara, 2012), Senandung Alam (Lembah Penyair, 2012), Indonesian and English Poetry (2012, proses terbit), Sahabat Maya (Tuas Media, 2012), Talenta Pengukir Tinta Emas (Komunitas Pujangga-Pujanggi Dunia, 2012), Suara 5 Negara (Tuas Media, 2012) dll. Saat ini bekerja sebagai wartawan majalah perbankan 'Kinerja' Bank Sumsel Babel, beralamat di ; Jl. Kebun Bunga Km.9 Komplek PDK blok B. no 5 kec. Sukarami Palembang, 30152. dapat dihubungi melalui email ; kudakudabesi@gmail.com atau contact person ; 087897523751/081368765675
*) EDI S FEBRI atau Edi Setia Febriyanto bermukim di Gringsing - Batang dan dilahirkan pada tanggal 6 Februari. Sehari-hari bekerja sebagai Jurnalis di Radio ElShinta. Telah menerbitkan buku kumpulan puisinya yang berjudul IA YANG BERLARI (2001). Beberapa puisi dan cerpennya berceceran diberbagai mass media yg ia sendiri lupa untuk mengingatnya.
*) ERHA LIMANOV mengaku kadang laki kadang perempuan.
*) FEVI MACHURIYATI Lahir di Sidoarjo, 9 Februari 1972 dan berkarya di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo. Pengalaman menulis di majalah instansi ” Medivo ” dan cybernet di Facebook.
*) HANNA YOHANA Buruh migran di Hongkong asal Malang yang saat ini menjadi jurnalis tabloid Apakabar di Hongkong dan juga menjadi anggota Teater Angin Hongkong serta Serikat buruh IMWU (Indonesia Migrant Workers Union)
*) IBU UUN Penulis bernama asli Tien Kartinah Sri Samodraningsih. Pendidikan semacam D1 Sekretaris jaman dulu di ABA Jurusan Bahasa Inggris. Bersuamikan Un Sumantri oleh sebab itu kemudian dipanggil Ibu Uun. Mulai menulis sejak kelas 1 SMP di Pedoman Remaja asuhan Pak Rosihan Anwar, mengirimkan puisi ke RRI Jakarta, dan menjadi pemasok dongeng anak-anak ke RRI Banjarmasin,bahkan jadi pembawa ceritanya sekalian selama 3 bulan.
*) JESSICA PERMATASARI Lahir di Semarang, 7 Januari 1988. Gemar menulis cerpen dan puisi sejak SMP, namun tidak pernah mempublikasikan karyanya. Bergabung di Kumandang Sastra (KuSas) di tahun 2003-an, di bawah asuhan Victor Roesdiyanto (kak roes) sbg pembina KuSas. Sebelum di KuSas, sempat bergabung di TerKa (Teater Katholik) asuhan Kak Roes juga.
*) JHON FAWER SIAHAAN Terlahir di Tapanuli Utara. Alumni jurusan pendidikan sejarah UNIMED ini sekarang tinggal di Medan, Sumatera Utara.
*) JOSEPH HARSAWIJAYA, seorang guru SMP di Simpang Dua, Kabupaten Ketapang-Kalimantan Barat. Gemar menulis puisi sejak tiga tahun yang lalu, sebelumnya hanya kadang-kadang saja. Pernah tinggal di Kudus-Jepara, Pati-Juwana, Semarang, Salatiga, Solo, Yogyakarta, Samarinda dan terakhir Jakarta. Tahun 2005 hingga sekarang tinggal di Simpang Dua. Lima tahun lagi rencana pulang ke Magelang, kota kelahirannya. Kegelisahan seorang guru di tempat terpencil, melihat kenyataan yang ada di Bumi Pertiwi. Dia ungkapkan perasaannya itu dalam bait-bait puisi yang sangat menggugah nurani, tentu saja bagi yang masih merasa memiliki nurani di dalam kehidupannya.
*) KANG RIBOET GONDRONG Pemilik nama asli Ribut Achwandi, adalah juga seorang kolumnis, penulis naskah drama dan juga pegiat dan praktisi seni sastra di Pekalongan. Puisi-puisinya dimuat di sejumlah antologi, saat ini menjadi dosen di UNIKAL lulusan Sastra Indonesia UNNES sedang menempuh pendidikan Magister Sastra UNDIP.
*) KANG SASTRO Bernama asli Riyadi. Terlahir 9 Maret 1962 dan saat ini bermukim di Perumahan Doplang Purworejo. Menuliskan karyanya di blog http://riyadiwp.wordpress.com dan di Facebook. Email boleh dikirim ke alamat riyadi@live.com.
*) KESATRIA BERGITAR Bernama asli Arif Maulana bin Sahir, kelahiran Cirebon dan tinggal di Cirebon. Puisi merupakan candu baginya.
*) KOKINOS TE Penulis bernama asli Gunawan Saputra, terlahir di Baturaja, Palembang dan saat ini bermukim di Kota Batam, Kepulauan Riau. Selain menulis di blognya http://semilirr.wordpress.com dan di facebook, ia pernah menjuarai beberapa perlombaan, antara lain juara Karya tulis ilmiah tingkat pelajar kota batam th. 2008, juara 2 deklamasi dan baca puisi di poltek batam 2008, setingkat pelajar dan Juara Karya tulis ilmiah toko buku 171 kota batam setingkat mahasiswa
*) KWEK LI NA. Berasal Semitau (Kalimantan barat) dan sekarang berdomisili di Taiwan. Penulis buku puisi Bunga Rindu Di Sandaran Bintang dan Planetoid Cinta. Saat ini menjadi kontributor Tabloid Indosuara ( tabloid berbahasa Indonesia di Taiwan) dan aktif di Forum Lingkar Pena Taiwan.
*) LULUK ANDRAYANI Tahun 1989 lalu di sebuah kota terpencil di ujung timur pulau Jawa, tepatnya Trenggalek lahirlah seorang bayi perempuan yang diberi nama Luluk Andrayani. Mencintai dan menulis puisi sejak masih kelas IV sekolah dasar dengan Chairil Anwar dan Taufik Ismail sebagai penyair idola. Pendidikan terakhir adalah Sekolah Menengah Atas Negeri Kampak, Trenggalek. Motto cintailah proses dan progres meskipun berdarah-darah. Pernah ikut antologi bersama Deru Awang-Awang (Februari 2012), Jejak Mata Pena (April 2012). Saat ini bekerja sebagai Buruh Migran Indonesia di Hong Kong dan aktif dalam bidang dan kegiatan kepenulisan sastra khususnya puisi. Dapat dihubungi melalui facebook https://www.facebook.com/luka.simawarputih email andrayaniluluk@ymail.com
*) LUTFI MARDIANSYAH Lahir di Sukabumi pada tanggal 4 Juli 1991. Beribu seorang penjahit dan ayah pensiunan pegawai swasta. Buku puisinya yang telah terbit: Dari Senja Ke Malam (2011) dan Sihir Matamu (2012). Penyuka jazz, kopi, dan puisi.
*) MAWAR BERDURI Bernama asli Mei Triwahyuni, namun akrab dengan nama pena Mawar Berduri. Lahir di kota Blitar dan mulai menyukai dunia kepenulisan sejak thn 2010. Pernah ikut dalam antologi Jejak Mata Pena, Talenta tinta Emas dan antologi Persahabatan Maya. Mottonya adalah berharap mampu berbagi untuk mereka yang memerlukan uluran tangan baik tenaga maupun rezeki meski tak seberapa.
*) MAWAR JINGGA RINDUKAN DAMAI Pemilik nama asli Idayani Sulistiyani ini lahir di Semarang, Jawa Tengah, 22 Januari. Mulai menulis sejak duduk di bangku SMP. Mantan anggota Teater Kuncup - Semarang, asuhan Djawahir Muhammad ini, kini tinggal di wilayah Tangerang Selatan. Serius menulis baru tiga tahun belakangan ini. Beberapa puisinya diterbitkan secara keroyokan bersama anggota Komunitas Tangerang Serumpun dalam Antologi KADO SANG TERDAKWA.
*) MENNING ALAMSYAH Terlahir di Simalungun tanggal 18 Februari 1982. Ibu dari dua orang anak yang sedang beranjak menjadi penulis. Beberapa puisi tergabung dalam antologi bersama.
*) MOH. GHUFRON CHOLID Menulis puisi, pantun, cerpen dan aneka tulisan lainnya. Karya-karyanya tersiar di Radar Madura, Kabar Seni, Mingguan Malaysia, New Sabah Times, Tunas Cipta Malaysia dll, juga terkumpul dalam berbagai antologi baik online maupun cetak, terbit di dalam dan luar negeri. Menetap di Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura
*) MUH ALI SARBINI Lahir di Surabaya, aktif sebagai pengajar di Mojokerto serta anggota Biro Sastra Dewan Kesenian Gresik. Beberapa karyanya termuat dalam Diverse terbitan Inggris, dan Indonesia Poetry. Salah satu antologi yang pernah diterbitkannya adalah Kumpulan Sajak Angka Delapan Pagi.
*) MUHAMMAD RINALDY Akrab dipanggil Aldy atau Adi. Bermukim di Jl. P. Antasari, no. 127, 14 ilr, Palembang, Sumatra Selatan.
*) MUHAMMAD ROIS RINALDI Terlahir pada tanggal 08 mei 1988. Pemuda yang mencintai puisi dan segala prosesnya. Puisinya termuat dalam puluhan antologi dan media. Beberapa kali esainya termuat di mejalah kampus dan daerah dan kerap diundang sebagai juri menulis dan membaca puisi di kota Cilegon. Sekarang menjabat sebagai ketua komite sastra kota Cilegon. Emailnya adalah rois.rinaldi.muhammad@gmail.com
*) NEOGI ARUR Bernama asli Fahrur Rozi Atma. Tinggal di Jakarta. Kelahiran bulan April di Pontianak. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di beberapa antologi, jurnal, portal dll.
*) NENY ISHARYANTI Penulis ini menilai dirinya sebagai perempuan dengan berbagai peran: ibu dua anak, pengajar di sebuah universitas, mahasiswa pasca sarjana, peneliti pembelajaran bahasa dengan menggunakan teknologi, penulis puisi dan blog, pembaca novel sejarah, penyanyi jazz, dan penikmat permainan komputer. Berasal dari Salatiga, Jawa Tengah. Antologi yang sudah diterbitkannya ialah : Sajak Rindu di Negeri Itu (2012) dan puisi-puisinya terangkum di blog pribadinya http://nenyizm.wordpress.com
*) ONALD ANOLD - pemilik nama asli Ronald Pangaribuan ini adalah putra Batak kelahiran betawi. Penyuka puisi dan pemrakarsa ''Cinta tanpa Warna"
*) PUTERI SALJU RAHYSTA Pemilik nama asli Arin Wahyuni ini lahir di Blitar, Jawa Timur, 4 April. Gemar makan bakso dan bebek goreng dan merah warna kesukaannya. Sifatnya keras kepala,tapi manja dan suka cengeng. Apa yang diinginkannya harus tercapai. Hobinya merajut aksesoris berbahan manik-manik dan menulis. Motto hidupnya : Jadilah diri sendiri dan hadapi segala persoalan dengan ikhlas serta tabah,serta jadikanlah pengalaman guru terbaik dalam hidup.
*) RAISA SCORP Pemilik nama asli Noor Aisya Buang ini dilahirkan di Singapura pada tanggal 2 November 1974 namun berdarah Madura Bawean. Saat ini bekerja sebagai guru sekolah dan mengajar bahasa Melayu di sebuah sekolah dasar Singapura.
*) RD. KEDUM Pemilik asli nama Rusmana Dewi Kedum, lahir di Pagar Alam, 19 Oktober 1968. Tinggal di Lubuklinggau-Sumatera Selatan. Selain menulis cerpen, puisi, naskah drama, dan bahan ajar, aktif di sanggar seni KISLIRA (komunitas Insan seni Linggau Mura), Koasis, dan FLP.
*) RIFA NEWTON VASQUEZ Penulis bernama asli Umayah Rifaah Chumaidi. Terlahir di Semarang, 10 Februari 1979 dan saat ini bermukim di Cirebon. Ikut menulis puisi haiku di Buku Danau Angsa 2 yang akan diterbitkan bulan Oktober 2012.
*) RIZADIAN ADHA Lahir di Padang puluhan tahun silam. Sekarang berdomisili di Bengkulu. Sering gatal-gatal jika disebut seniman dan penyair. Lebih memilih kenyamanan sebagai penikmat sastra Indonesia, dulu, kini dan nanti.
*) ROMANSA CITA Penulis bernama asli Thomas Saptoadji. Terlahir 27 September 1955. Berpendidikan terakhir S1 Manajemen dan menulis puisi karena hobi sejak SMA th 1972. Menulis Puisi secara effectif sejak buka facebook tahun 2010 s/d sekarang. Kegiatan terakhir saat ini terlibat dalam rangka proses penerbitan Buku Puisi, dengan judul 1001 PUISI CINTA PENUH MAKNA, terdiri 1000 puisi yang di tulis 9 orang dan akan dirilis di bulan Oktober di Resto Pawon nDeso. Sehari-hari mengelola Resto Pawon nDeso, Jl. Kabupaten no 96 Km 1 Nogotirto Sleman Jogyakarta, D’lite Resto dan The Passion Reflexologi Jl. Jogonegaran No 55E/F Jogyakarta.
*) ROSAD ADALAH ADY Nama lengkapnya adalah Nama Adi Rosadi, lahir di Cianjur, 06 April 1989 dan bungsu dari tiga besaudara. Adi menyelesaikan Pendidikan di SD Nyalindung 2 tahun tamat 2000, SMP dan SMA Alma’shum Mardiyah tahun tamat 2000-2008 kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAI NU) Cianjur hingga sekarang. Alamat tempat tinggal di Jl. Simpang galudra No. 76, Desa Galudra, kecamatan Cugenang, kabupaten Cianjur, Indonesia. Mulai menulis tahun 2007 kemudian berhenti 3 tahun karena kesibukan kuliah dan di tahun 2011 hingga sekarang mulai menulis kembali.
*) RUDI MUHAMMAD Bernama asli Muhammad Rudiyarso. Lahir di Kudus, 29 Agustus 1990. Berdomisili di Kudus. Alumni SMA 2 Bae Kudus angkatan 2007/2008 ini mengaku belajar menulis secara otodidak dan belum pernah mempublikasikan karya dalam bentuk apapun ke media apapun, kecuali puisi di KuSas via SMS.
*) SAJAK ASTRI ZACKHOY Bernama asli Muhammad Jahidin, lahir di Cianjur pada tanggal 21 Mei 1985. Menjadi anggota di beberapa grup sastra facebook, merasa masih belajar dan butuh bimbingan mengenai puisi.
*) SALJU PINK. Bernama asli Regina Verena. Mahasiswa UI. Asal Jakarta.
*) SANTOSO BONDET Penulis bernama asli Santoso dan dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 22 Mei 1956. Mantan redaktur senior Jawa Pos yang sekarang menerbitkan Tabloid anak2 PAUD dan TK (Ting Tong), serta mencoba menulis buku. Selain itu juga membentuk X'press Group untuk membina penulis2 pemula atau calon2 jurnalis, termasuk membantu menerbitkan karyanya.
*) SAUT POLTAK TAMBUNAN Ketua Himpunan Pengarang Indonesia AKSARA (berdiri tahun 1981), tinggal di Jakarta, Maret 2013 tepat 40 tahun 'menulis'.
*) SITI KHODIJAH NASUTION. Terlahir sebagai Siti Khadijah Nasution, tapi banyak yang panggil Dije. Numpang lahir di Padang Sidempuan 5 April. Sangat menyukai puisi, karena memiliki kejelimetan tersendiri. Sekarang tinggal di Lenteng Agung, itu loh yang dilewati Obama presiden Amrik waktu ke Indonesia.
*) SOFYAN ADRIMEN Lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat. Dibesarkan dan bertempat tinggal di kota Semarang.Tergabung dalam beberapa komunitas sastra yang ada di kota Semarang. Penikmat kerja seni, budaya dan sastra, bergiat dan menekuni menulis puisi dan membantu beberapa komunitas sastra online.
*) SOVY ABIDAH Terlahir di Majalengka, 30 April 1987, namun tinggal di Cirebon. Pengalaman menulis puisi di koran, di buletin, dan mading kampus. Saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa semester akhir di jurusan keguruan di STAIMA (Sekolah Tinggi Agama Ma'had Ali).
*) SUPARDI PURWOREJO Bernama asli Supardi AR. Dilahirkan di Purworejo pada tanggal 02 Mei 1969 dan sekarang bermukim di Pangenjurutengah, Kec/Kab Purworejo. Bekerja sebagai guru. Pengalaman bersastranya antara lain tergabung dalam KOPISISA (Kelompok Peminat Seni Sastra) Purworejo dan beberapa karya terhimpun dalam antologi puisi terbitan Riak Bogowonto, Gelembung Bening, Syair-syair 15 , Kaki Langit Kesumba dan Resonansi (diterbitkan Dewan Kesenian Purworejo,2010).
*) SUSILANING SETYAWATI Terlahir di Sragen pada tanggal 05 November. Menulis ketika mulai kuliah di Majalah kampus sebagai redaksi Majalah "Motivasi". Ikut bergabung dalam teater PERON Surakarta dan ikut gabung dalam RSP (Revitalisasi Sastra Pedalaman). Puisi dan cerpennya mulai tahun 90-an tersebar di berbagai koran di Jateng dan DIY.
*) TAUFIK EL HIDA Bernama asli Taufik Hidayat, lahir di Tasikmalaya tanggal 06 januari 1986. Aktif menulis sejak tahun 2001. Anggota SST (sanggar Sastra Tasik) dan saat ini aktif menulis di Kompasiana. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid Apakabar Indonesia (di Hongkong).
*) VALDA ALI VAM Penulis bernama asli Valda Ali Mansyoer (Ninung Valdasari). Lahir pada tanggal 20 November dan bermukim di Bandung. Mulai menulis sejak tiga tahun lalu.
*) VANERA EL ARJ Lahir di Wonosobo 13 April 1989 dengan nama Achmad Muadzin el Zahid. Adalah mahasiwa di Fakultas Hukum Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo. Aktifitas menulis sejak tahun 2003, Tahun 2007 (Asma-Mu) dalam Sastravaganza bareng Sosiawan Leak (Solo), Abah Faqih Muntaha (Pengasuh PPTQ Al-Asy'Ariyyah, Kalibeber, Wonosobo), Acep Zam-Zam Noor (Jawa Barat), 16 Oktober 2011 dalam deklamasi nasional di SPS Jogjakarta. Antologi yang telah terbit: (Sajak Penafsir Rindu) Antologi Talenta Para pengukir Tinta Emas (2012), Tembang Cinta Kamboja (Juni 2012), Guci Berdarah (2012). ]Tarian Cinta Pecinta Cinta[
*) WAHYU TOVENG bernama asli Wahyu Priadi, terlahir di Jakarta tanggal 16 Januari 1977, dan bermukim di perbatasan Jakarta-Tangerang. Pengalaman menulisnya dituliskan di Facebook.
*) WARA SRIKANDI Arema kelahiran 16 Januari 1974, suka menulis cerpen dan puisi.
*) WARIH SUBEKTI, Redaktur Kebudayaan (dan Ekopolhukam) media ini,  Pengamat sastra dan budaya asal Gombong-Purworejo ini juga aktif di media online. Identitas lengkapnya tidak boleh semua orang tahu.
*) WDWIDYA SUSANNA Penulis bernama asli Susana Widyaningsih, kelahiran 10 September 1984. Lulusan jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
*) WINDU MANDELA, S.Pd, lahir di Sumedang pada tanggal 17 Agustus 1989. Lulusan STKIP Sebelas April Sumedang, aktif di SATE SAPI (sanggar teater sebelas april Sumedang), pernah menjadi juara II Mojang Jajaka tingkat Mahasiswa se-Kabupaten Sumedang. Menulis esai dan puisi pernah dimuat ke dalam beberapa antologi bersama, di antaranya: “Indonesia di Mata Penyair II”, “Puisi Adalah Hidupku”, “JEJAK SAJAK”, “Puisi Untuk Pelacur”, “Mengukir Cahaya Ramadhan”, “DERU AWANG”, “REQUIEM BAGI ROCKER”, “INDONESIAN AND ENGLISH POETRY”, dan Antologi Dua Bahasa “DIVERSE”. Antologi cerpen “Kado Cinta Merah Putih”, Dongeng Museum Nusantara “Kisah Yang Hilang”, essai “MENIKMATI 108 PUISI PENYAIR INDONESIA”.
*) YEYEN KIRAM Lahir 5 Juli di Sumatera Barat. Perkenalan dengan sastra dimulai sejak tahun 1986, melalui teman dan aktifitas bersanggar di Taman Budaya Sumbar. Namun pendidikannya adalah sarjana hukum. Puisi-puisinya baru tergabung pada beberapa antologi bersama, "Hawa 29 Penyair" (1996), " Teraju" (1995), dll, tapi puisi-puisi tersebut sudah berserakan di media-media lokal di Sumbar sepanjang tahun 1987-2000.Pekerjaan dan perjalanan rantau ke rantau, membuat pertemanan dengan puisi sempat tertunda sejenak, sampai kemudian tahun ini, ia kembali hadir bersama puisi. Saat ini, sedang menyiapkan antalogi tunggal, insyaallah tahun depan kelar.
*) YUDA APRIANSYAH. Beralamat di Jalan Kedondong pesawaran Lampung . Anak pertama dari dua bersaudara ini lahir di lampung, tanggal 10 juni 1993. Masih merambah dalam dunia kepenulisan.
*) YUPNICAL SAKETI Lahir di Kerinci 15/06/1976. alumnus PBS Bahasa Inggris FKIP UNJA (2000). Dia adalah seniman multi-genre/multi-talent yang dijuluki 'Seniman Bertopeng' karena penampilannya membawakan karya ke hadapan publik senantiasa mengenakan topeng mirip superhero fiksi Zorro atau Batman. Dia mengeluti berbagai media kreatif seperti sastera (puisi, prosa, lakon), teater dan performance art (penulis lakon, sutradara, aktor), senirupa (lukis, instalasi), bahkan juga musik (tradisi, Musi, band), serta sempat di sinematografi. Di sela aktivitas kesehariannya sebagai wartawan PSO LKBN Antara dia juga seorang pramuwista/guide dan guru yang mengajar di SMA YPWI dan instruktur SDN 13 kota Jambi dan di sanggar Tanah Pilih. Sesekali dia juga mengamen, bertualang alam, turing motor chopper modifikasi, dan beraktivis ria serta masih aktif di berbagai organisasi, komunitas, paguyuban, dan LSM, senibudaya, sosial masyarakat, serta alam dan lingkungan, juga di komunitas Fotografer, Cosplay, Bikers dan Pala.

Komentar

Postingan Populer