Asa Mengusung Opera Batak Jadi Ekonomi Kreatif


Asa Mengusung Opera Batak Jadi Ekonomi Kreatif
Tahun 2002, sebuah upaya membangkitkan opera Batak digagas kembali oleh Thompson Hutasoit dengan mendirikan wadah bernama Pusat Latihan Opera Batak (PLOt). Gagasan ini dibantu seniman Sitor Situmorang, sastrawan yang lama melewatkan waktunya di Belanda.
"Revitalisasi artinya menghidupkan kembali," kata Thompson. Pemain-pemain opera Batak terdahulu dikumpulkan kembali. Selain melakukan pelatihan kepada generasi muda, PLOt juga menggelar pertunjukan opera di beberapa daerah, tidak hanya di Sumatra Utara tapi juga Jakarta. 
Terakhir, tahun 2011, PLOt menggelar opera keliling dengan mempertunjukkan lakon "Sijona Pencuri Ulung" dan "Mencari Sijonaha" yang dipertontonkan hingga Jakarta dan Lampung. 

Selain upaya untuk mengatasi kepunahan, revitalisasi juga bertujuan agar opera Batak menjadi sebuah pertunjukan yang juga mampu memberikan kontribusi kepada ekonomi kreatif. Misalnya, dapat memasukkannya ke dalam agenda tetap event wisata di Sumut. Sayangnya, upaya ini belum terealisasi hingga kini.

Pemberian gelar Ompu Datu Panggual Tuan Banner Namanghual Opera Batak kepada Alister merupakan satu di antara beberapa upaya revitalisasi yang dilakukan PLOt selama 10 tahun terakhir. Gelar itu merupakan tanda kehormatan atas dedikasi Alister yang sepanjang hidupnya mengabdi kepada kesenian tradisional Batak. 

"Alister ialah orang yang ahli musik Batak dan dia pantas mendapat gelar 'ompu'. Dalam budaya Batak, gelar 'ompu' biasanya diberikan kepada orang yang ahli. Karena itu Alister layak mendapat gelar kehormatan itu," ujar peneliti sejarah Batak dari Universitas HKBP Nommensen, Manguji Nababan. 

Lebih dari itu, Thompson, mengatakan, gelar kehormatan ini menyimpan pesan agar mereka mempertahankan dedikasinya. Juga diharapkan ada proses regenerasi. "Artinya, ke depan akan ada penerusnya agar kesenian ini tidak punah," katanya.

Hal lainnya yang mendasari pemberian gelar ini, kata Thompson, masih ada masalah yang selama ini mengungkung seniman tradisi. Ketidakmampuan mengelola kesenian ini menjadi sebuah industri merupakan kendala yang sering dihadapi. Mereka seperti anak ayam kehilangan induk sepeninggal Tilhang Gultom. 

Melalui pemberian gelar ini diharapkan ada respon dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah. Misalnya, menjadikannya sebagai bagian dari agenda pendukung industri wisata daerah. 
"Memang sudah ada rencana mengadakan Pesta Gondang Sabangunan untuk merayakan hari jadi Pemkab Humbahas 7 Juli 2013. Kita harapkan nanti juga menyertakan opera Batak," kata Kabid Pariwisata dan Kebudayaan Dinas Perhubungan dan Pariwisata Humbahas, Jaulim Simanullang, yang turut hadir pada acara penyerahan gelar itu. 

Kemauan pemerintah memang sangat diharapkan. Seperti dikatakan John Sihite, pemilik usaha musik tradisi Lia Gemilang Musik di Dolok Sanggul, sejauh ini pemerintah kabupaten masih setengah hati melihat kesenian tradisi. Pada HUT Humbahas sebelumnya misalnya, Pemkab menggelar festival menyanyi trio. 

"Andai saja digelar seni tradisi, opera Batak misalnya, saya yakin tak hanya warga Humbahas yang terhibur. Tapi, juga dari luar. Syukur-syukur (even) seperti ini jadi agenda wisata tahunan di Humbahas," katanya. Ia berharap, Pemkab Humbahas tidak hanya menebar janji, tapi siap mewujudkannya.

Harapan yang sama juga diungkapkan Alister. Ia meminta agar pemerintah tidak tinggal diam melihat keberadaan opera Batak. Tidak juga sekadar mengumbar janji agar melibatkan opera Batak menjadi bagian dari agenda wisata, misalnya menggelar Festival Opera Batak, yang belum tahu kapan diwujudkan.( habis) ( tonggo simangunsong
sumber: http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/02/09/11739/asa_mengusung_opera_batak_jadi_ekonomi_kreatif/#.URXUex03uuk
foto: Jhon Fawer Siahaan
















Komentar

Postingan Populer