Earth Society Ancam Duduki Aquafarm
MedanBisnis – Medan. Earth Society for Danau Toba mengancam akan menduduki PT Aquafarm Nusantara (PT AN) sebagai bentuk protes atas masih beroperasinya perusahaan budi daya dan pengolahan ikan di Danau Toba.
Organisasi pecinta lingkungan ini menilai keberadaan PT AN tidak memberi keuntungan bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat setempat, karena seluruh produksinya dijual ke luar negeri dan tidak menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat.
"Silakan dilihat, seperti apa peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan Danau Toba setelah adanya PT AN. Warga sekitar hanya menjadi tenaga kerja tanpa peningkatan kesejahteraan yang berarti," kata pengamat lingkungan dari Earth Society for Danau Toba, Robert Simanjuntak, di kantornya Jalan Sisingamanraja, Medan, Selasa (22/1).
Dijelaskannya, keberadaan PT AN yang notabene merupakan perusahaan asing dari Swiss, untuk mendapatkan keuntungan besar dari memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat Amerika dan Eropa, dilakukan dengan merusak lingkungan Danau Toba.
Menurutnya, seharusnya PT AN mengembangkan ikan nila/tilapia di Swiss, bukannya di danau yang memiliki nilai kultural bagi masyarakat Toba.
"Untuk apa mereka memelihara ikan di sini, kenapa tidak di negaranya sendiri, rusak Danau Toba gara-gara mereka," kata Robert.
Ketua Earth Society for Danau Toba, Mangaliat Simarmata, menambahkan, penolakan atas keberadaan PT AN di Danau Toba merupakan harga mati. Menurutnya, PT AN harus secepatnya ditutup karena mengancam kelestarian danau.
Dikatakannya, tidak ada keuntungan yang bisa diperoleh dengan mempertahankan PT AN beroperasi di Danau Toba. "Kami tetap menuntut supaya PT AN ditutup, kalau tidak kami akan lakukan aksi menduduki lokasi operasional PT AN," ujarnya.
Dikatakan Mangaliat, Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia yang mana telah mendapatkan pengakuan dunia sebagai kawasan geopark yang memiliki nilai penting, sehingga kelestariannya harus dijaga.
"Secara ekologis, operasional PT AN di Danau Toba pasti merusak, secara estetika, PT AN juga sudah mengganggu, padahal Danau Toba juga menjadi kawasan strategis nasional," katanya.
Diretur PT AN, Freek Huskens, dalam konferensi pers bersama Duta Besar Swiss untuk Indonesia, HE Heinz Walker-Nederkoorn, di Hotel JW Marriot, Medan, Senin (21/1),
mengatakan, sejak pertama dioperasikan pada 25 tahun lalu, hingga kini, nilai invetasinya mencapai US$ 30 juta. Angka tersebut merupakan total dari investasi PT AN di Jawa Tengah dan Sumut. "Hanya 25% investasi di Jawa Tengah, yang paling besar di Sumut, di Danau Toba," ungkapnya.
Dijelaskan Freek, sejak awal produksi PT AN tidak diproyeksikan untuk pasaran lokal melainkan untuk ekspor. Hal tersebut dilakukan karena tidak ingin mengganggu usaha usaha yang sama yang dilakukan oleh masyarakat.
Pihaknya juga siap berdialog dengan berbagai pihak yang mepersoalkan keberadaan perusahaan yang dipimpinnya di Danau Toba.
"Kita mengkhususkan pasar ekspor, karena itu kualitas sangat kami jaga, kalau lingkungan alam tidak terjaga, tidak akan diterima di pasaran internasional. Kami punya laboratorium dan kami sangat mengerti mengenai standar baku mutu, yang tak boleh kami langgar," ujarya.( dewantoro)
"Silakan dilihat, seperti apa peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan Danau Toba setelah adanya PT AN. Warga sekitar hanya menjadi tenaga kerja tanpa peningkatan kesejahteraan yang berarti," kata pengamat lingkungan dari Earth Society for Danau Toba, Robert Simanjuntak, di kantornya Jalan Sisingamanraja, Medan, Selasa (22/1).
Dijelaskannya, keberadaan PT AN yang notabene merupakan perusahaan asing dari Swiss, untuk mendapatkan keuntungan besar dari memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat Amerika dan Eropa, dilakukan dengan merusak lingkungan Danau Toba.
Menurutnya, seharusnya PT AN mengembangkan ikan nila/tilapia di Swiss, bukannya di danau yang memiliki nilai kultural bagi masyarakat Toba.
"Untuk apa mereka memelihara ikan di sini, kenapa tidak di negaranya sendiri, rusak Danau Toba gara-gara mereka," kata Robert.
Ketua Earth Society for Danau Toba, Mangaliat Simarmata, menambahkan, penolakan atas keberadaan PT AN di Danau Toba merupakan harga mati. Menurutnya, PT AN harus secepatnya ditutup karena mengancam kelestarian danau.
Dikatakannya, tidak ada keuntungan yang bisa diperoleh dengan mempertahankan PT AN beroperasi di Danau Toba. "Kami tetap menuntut supaya PT AN ditutup, kalau tidak kami akan lakukan aksi menduduki lokasi operasional PT AN," ujarnya.
Dikatakan Mangaliat, Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia yang mana telah mendapatkan pengakuan dunia sebagai kawasan geopark yang memiliki nilai penting, sehingga kelestariannya harus dijaga.
"Secara ekologis, operasional PT AN di Danau Toba pasti merusak, secara estetika, PT AN juga sudah mengganggu, padahal Danau Toba juga menjadi kawasan strategis nasional," katanya.
Diretur PT AN, Freek Huskens, dalam konferensi pers bersama Duta Besar Swiss untuk Indonesia, HE Heinz Walker-Nederkoorn, di Hotel JW Marriot, Medan, Senin (21/1),
mengatakan, sejak pertama dioperasikan pada 25 tahun lalu, hingga kini, nilai invetasinya mencapai US$ 30 juta. Angka tersebut merupakan total dari investasi PT AN di Jawa Tengah dan Sumut. "Hanya 25% investasi di Jawa Tengah, yang paling besar di Sumut, di Danau Toba," ungkapnya.
Dijelaskan Freek, sejak awal produksi PT AN tidak diproyeksikan untuk pasaran lokal melainkan untuk ekspor. Hal tersebut dilakukan karena tidak ingin mengganggu usaha usaha yang sama yang dilakukan oleh masyarakat.
Pihaknya juga siap berdialog dengan berbagai pihak yang mepersoalkan keberadaan perusahaan yang dipimpinnya di Danau Toba.
"Kita mengkhususkan pasar ekspor, karena itu kualitas sangat kami jaga, kalau lingkungan alam tidak terjaga, tidak akan diterima di pasaran internasional. Kami punya laboratorium dan kami sangat mengerti mengenai standar baku mutu, yang tak boleh kami langgar," ujarya.( dewantoro)
sumber:http://www.medanbisnisdaily.com/new/news/read/2013/01/23/8751/earth_society_ancam_duduki_aquafarm/#.UQtvgR03uuk
Komentar
Posting Komentar