Seribu Sajak Tao Toba Jilid I
Judul : Seribu Sajak Tao Toba Jilid I
Editor : Jhon Fawer Siahaan
Tebal : xx - 308 halaman
Ukuran : 14 cm × 20 cm
Penerbit : Mitra
Cetakan : Pertama, 2014
Terbit : Medan
Kategori Buku : Antologi Puisi
I S B N : 978-602-245-276-2
Tebal : xx - 308 halaman
Ukuran : 14 cm × 20 cm
Penerbit : Mitra
Cetakan : Pertama, 2014
Terbit : Medan
Kategori Buku : Antologi Puisi
I S B N : 978-602-245-276-2
Ris Pasha. GUNUNG Toba yang meletus 74.000 tahun lalu, membuat dunia mengalami kegelapan selama 6 tahun. Demikian para ilmiawan menuliskan diberbagai buku.
Gunung maha tinggi tinggi itu dan sampai abunya ke kutub Utara, kini masih tetap aktif. Akibat letusannya, terbentuklah sebuah danau raksasa, dimana danau ini adalah Danau Toba. Danau yang berair tawar, terbesar dan terdalam di seluruh dunia.
Danau yang membiru, luas membentang, selalu disaput kabut setiap paginya, berudara sejuk dan keindahannya tiara tara. Hutannya lebat, sebagai sumber air yang masuk ke Danau Toba. Ikan-ikan kecil, putih, bersileweran di tepian danau. Putih berkilat dan berkelebat diterpa matahari membuat panorama keindahan tersendiri bagi penikmatnya.
Ini dapat dinikmati pada tahun 1960-an sampai menjelang awal tahun 1980. Dimanakah keindahan dan kebeningan air danau yang sejuk itu kini? Danau yang dulunya membiru, kini sudah menghijau.
Ratusan anak-anak sungai yang mengalir ke dalam Danau Toba, kini menurut data sudah lebih dari 219 mengering krontang. Gunung-gunung yang menghijau, kini sudah gundul. Tanah semakin memerah dan coklat tua.
Keramba-keramba asing mengotori air danau dengan belasan ton pakan ikan perharinya. Sedimentasi pakan ikan ke dasar danau dan tebarannya membuat warna air semakin menghijau. Air tak aman lagi untuk diminum.
Apa yang terjadi? Banyak masyarakat yang berasal-usul dari kawasan Danau Toba, hanya mampu menebar wacana dan wacana belaka. Bahkan memberikan kritik terhadap orang-orang yang perduli pada danau yang luas itu. Pernahkah mereka turun ke lapangan dan menanamkan sebatang pohon saja sebagai tanda keprihatinan mereka. Ketika mereka tanam sebatang pohon lalu dia titipkan kepda maysrakat setempat, tolong perhatikan pohon ini dan sirami jika kemarau sampai setahun. Karean dalam usia setahun biasanya pohon sudah bisa mengadaptasi dengan alam tak perlu parawatan lagi. Si penanam pohon kembali ke rantaunya, namun meninggalkan pembeli rokok bagi si perawat tanaman? Tak pernah. Mereka datang dari rantau, memamerkan kekayaan mereka, kemudian mengeritik penduduk kampung.
Beberapa anak muda yang perduli Danau Toba membuat sebuah gagasan. Gagasan yang bukan gagah-gagahan. Persis sama seperti apa yang pernah penulis sampaikan dalam beberapa pertemuan/duskusi lingkungan hidup. Penulis tidak akan menanam sejuta pohon di atas lahan. Penulis cukup menanam seratus pohon pertahun di atas lahan, selebihnya penulis akan menanam berjuta-juta pohon di alam pikiran dan hati pembaca.
Anak-anak muda yang suka puisi, suka baca dan tulis puisi, membuat gagasan mengumpulkan seribu sajak Tao Toba. Jilid pertama memuat 250 puisi dan tentunya akan terbit tiga buah buku antologi puisi lagi. Sebuah gagasan yang luar biasa dari anak muda ini.
Para orang muda dan kaum setengah muda dan setengah tua dan bahkan yang sudah tua sekali pun mereka himpun puisi-puisinya dalam antologi ini. Dalam tulisan kali ini, saya tidak akan mengupas puisi-puisi itu. Penulis hanya ingin mengapresiasi kehebatan dan ide-ide cemerlang mereka. Tak seorang pun poernah terpikir, membuat antologi puisi dengan thema Tao Toba. Apa lagi nama Tao Toba itu, bagi penulis sebuah kehebatan yang luar biasa pula.
Dimana-mana kini orang sudah mengganti kata desa dengan Nagari (Sumbar), Keuchik (Aceh) dan di beberapa provinbsi lainnya seperti Bali dan Kalimantan serta Irian.
Kenaqpa aorang-orang di tepian Danau Toba tak berani mengubah kata Desa menjadi Huta dikembalikan kepada semula? Kenapa mereka juga tak beranai mengubah kata Danau menjadi Tao?
Penggagas Seribu Sajak Tao Toba ini, adalah ide cemerlang yang patut diacungi jempol. Kalau dilihat dengan seksama, puisi-puisi mereka berisikan kebanggan terhadap Danau Toba. Kegelisahan, kesedihan dan bahkan mereka marah dan ada juga berisikan kritik-kritik tajam.
Kegelisahan, kritik, kebanggaan dan kegelisahan orang-orang muda ini patut digarisbawahi. Mereka gelisah Tao yang mereka banggakan sebentar lagi akan hancur, karean hutan-hutannya ditebangi. Mereka marah, karena hutan kemenyan dihabisi. Danau mereka kotor, turis tak masuk lagi karean apemerintah kurang mempromosikannya dan berjuta kemarahan mereka tertuang dalam hanya seribu sajak.
Buku antologi ini patut dimiliki setiap orang yang mencintai Tao Toba. Melalui buku inhi pula kita banhyak tau apa kemarahan mereka. Apa kegelisahan mereka dan apa harapan merekaq serta apa kebanggaan mereka juga apa kritik mereka. Sepantasnya, para penguasa di daerah ini dan penguasa di negeri ini membacanya dan bisa menjawabnya.
Kini orang-orang muda ini sudah berbuat. Para penguasa dan para legislatif yang menebar janji selama kampanye, wajib menindaklanjutainya. Jangan hanya mampu berjanji dan berjanji dalam kampanyebelaka. Jangan jawab mereka dengan wacana dan janji ke janji lagi. Jawablah dengan perbuatan dan tindak lanjut dari apa yang diharapkan oleh penulis pada buku ini. Horas.
Sumber: http://analisadaily.com/news/read/bangga-kritik-dan-keprihatinan-orang-muda/25147/2014/04/27
Komentar
Posting Komentar